Jadi ceritanya di medsos pagi ini saya nemu konten muslim yang bermanfaat mengenai betapa pentingnya aurat wanita, bahkan ketika meninggal.

Dalam postingan tersebut, dikatakan bahwa jumlah kain kafan untuk jenazah pria dan wanita itu dibedakan lapisannya. Lapisan kain kafan wanita lebih banyak daripada pria. Dan liang lahat wanita juga dibuat lebih dalam daripada liang lahatnya pria.

Dalam postingan itu juga dikatakan bahwa jenazah wanita akan tenggelam sedangkan jenazah pria akan hanyut ketika banjir.

Intinya dari postingan tersebut adalah, bahwa aurat wanita sangat mahal, sampai-sampai Allah menjaga agar fisik mereka bahkan tidak terlihat setelah meninggal.

Tapi bukan ini yang mau saya bahas dalam tulisan ini, yang menarik dari postingan tersebut adalah komentar netizen.

Salah satu netizen berkomentar dengan menanyakan dalil ilmu mengenai kedalaman liang lahat. Well, sebut saja fulan, yang menurut persangkaan saya, sepertinya memang ingin tahu alias pure bertanya.

Namun reaksi netizen yang lain sungguh sangat ekstrim, ada yang mencecar langsung, bahkan bersangka yang buruk-buruk kepada si netizen yang menanyakan dalil ini. Kata-kata kasar dilontarkan kepada si fulan seolah-olah menanyakan dasar untuk postingan tersebut adalah kesalahan yang tak termaafkan.

Disitu saya merasa miris sebagai seorang muslim. Bukankah seharusnya sebagai seorang muslim itu baiknya bertabayyun ketika menerima informasi? Banyak hal di media sosial yang berseliweran, apalagi di era jaman jigeum, ada beberapa yang baik, tapi belum tentu semuanya benar. Jadi apa salahnya menanyakan dalil di kolom komentar, toh siapa tau ada netizen lain yang ilmunya lebih tinggi, yang bisa berbagi penjelasan, lagipula orang-orang yang menyukai konten muslim, biasanya orang-orang yang memang ingin dekat dengan agama islam bukan?

Dan bukankah sebagai seorang muslim itu juga seharusnya bersangka baik terhadap sesama muslim lainnya? Bagaimana bisa ada seorang muslim mengata-ngatai muslim yang lain dengan sebutan yang kurang pantas, bahkan mencurigai muslim yang bertanya tersebut sebagai golongan kelompok tertentu. Padahal bisa jadi memang si Fulan yang bertanya ini, benar-benar tidak tahu tentang hal yang ia tanyakan?

” Lagian nanyain dalil di kolom commentar medsos? Bukannya nanya ke pak ustad..”

Lho, guys..ngga semua orang punya privilege bisa ketemu ustad / ustadzah yang berkualitas lhoh, ga semua orang punya privilege untuk ikut kajian.

Mungkin udah bisa nonton ceramah onlinenya pak ustad dengan modal quota aja sudah bersyukur banget.

Dan sebenarnya ini tuh perkara simple banget. Ini tentang perkara sebuah pertanyaan yang bisa selesai ketika dijawab.

Dalam pandangan saya, ketika ada seseorang yang bertanya, apalagi itu orang asing yang kita tidak tahu usia dan latar belakangnya, bahkan baru pertama kali bertemu ( entah itu bertemu di dunia nyata ataupun maya ) maka respon terbaik yang bisa kita berikan adalah menjawabnya dengan santun sesuai kapasitas kita. Kalaupun kita tidak tahu, atau tidak bisa bantu, yasudah diam.

Sesimple itu.

Itu menurut pendapat saya, sayangnya gak semua kepala berambut hitam itu sama isinya yakan? So, bagaimana dengan pendapat man teman pembaca? Kalo ada yang mau berpendapat boleh lhoh sharing di kolom komentar.